Setiap tahun masyarakat muslim di Indonesia
menghadapi suatu bulan yang dianggap sakral dan suci. Bulan ramadhan menjadi
fasilitas bagi manusia untuk menjalankan kebajikan berdasarkan filosofi dari
bulan ramadhan itu sendiri, yaitu untuk menahan nafsu. Sekarang, kegiatan di bulan ramadhan
berupa tidak makan dan minum pada waktu yang ditentukan, walaupun sebenarnya
bukan hanya itu. Utamanya, bulan ramadhan diciptakan agar manusia dapat menjadi
lebih merasa dekat kepada Tuhan. Sehingga, makna bulan ramadhan akan terus
terbawa oleh setiap manusia hingga akhir hayatnya. Tetapi dunia terus berubah,
pola pikir berubah, keinginan dan pemahaman manusia akan sesuatu terus berubah.
Saya akan mengajak pembaca kepada kenyataan
pada bulan ramadhan akhir – akhir ini. Bagaimana fasilitas publik seperti jalan
raya dan restoran menjadi selalu ramai, menyesakkan, tak jarang melahirkan
konflik yang tidak terduga dari sesama pengguna fasilitas itu hanya untuk
menikmati ritual berbuka puasa. Di hari yang dianggap suci oleh mereka, kita
justru mengotorinya dengan mengejar nafsunya sendiri. Puasa yang saya katakan
seperti dendam yang eksplosif. Seharian kita menahan nafsu, lalu di waktu
berbuka mereka menginginkan makanan atau minuman yang lebih daripada biasanya
untuk dapat memenuhi nafsunya. Yang lebih mengkhawatirkan, hal ini dilakukan
oleh banyak orang, sehingga tak jarang melahirkan persaingan antar individu
untuk dapat memenuhi hasratnya. Bagaimana tidak, jika untuk berbuka puasa di
restoran, manusia harus saling bersaing agar mendapatkan tempat duduk.
Akhirnya, manusia menjadi makhluk yang saling menjatuhkan, mereka hanya
mengikuti keinginannya untuk dapat menikmati hidup dengan menyingkirkan
keinginan manusia lainnya. Ironis, hal itu terjadi di bulan yang kita anggap
suci.

Kita bisa mengakuinya, interospeksi diri bahwa kita adalah
bagian dari hal tersebut, setidaknya pernah. Tetapi ini bukanlah kesalahan kita,
ini hanya sebuah pemahaman yang telah diubah oleh zaman. Manusia difasilitasi
untuk dapat menikmati keinginannya, kebanyakan melalui transaksi jual - beli.
Sebuah kegiatan mutualisme antar 2 pihak yang terlibat, yaitu pedagang dan
pembeli, namun kegiatan itu juga merupakan parasit bagi orang lain yang tidak
terlibat. Diskon besar – besaran pada suatu toko membuat jalanan macet, karena
dorongan yang diberikan oleh media dan perusahaan agar masyarakat membeli produknya
ternyata efektif, sehingga tercipta gerakan massal yang gila – gilaan.
Saya curiga, bulan ramadhan sekarang ini hanya
sebagai fasilitas manusia untuk menjadi lebih konsumtif. Apa penyebabnya ? Agama kapitalisme ?
(Sumber gambar belanja)
(Sumber gambar belanja)
No comments:
Post a Comment