Thursday, August 16, 2012

Ramadhan Tiba Ramadhan Pergi

oleh: Muthahhari

Setiap tahun masyarakat muslim di Indonesia menghadapi suatu bulan yang dianggap sakral dan suci. Bulan ramadhan menjadi fasilitas bagi manusia untuk menjalankan kebajikan berdasarkan filosofi dari bulan ramadhan itu sendiri, yaitu untuk menahan nafsu.  Sekarang, kegiatan di bulan ramadhan berupa tidak makan dan minum pada waktu yang ditentukan, walaupun sebenarnya bukan hanya itu. Utamanya, bulan ramadhan diciptakan agar manusia dapat menjadi lebih merasa dekat kepada Tuhan. Sehingga, makna bulan ramadhan akan terus terbawa oleh setiap manusia hingga akhir hayatnya. Tetapi dunia terus berubah, pola pikir berubah, keinginan dan pemahaman manusia akan sesuatu terus berubah.

Saya akan mengajak pembaca kepada kenyataan pada bulan ramadhan akhir – akhir ini. Bagaimana fasilitas publik seperti jalan raya dan restoran menjadi selalu ramai, menyesakkan, tak jarang melahirkan konflik yang tidak terduga dari sesama pengguna fasilitas itu hanya untuk menikmati ritual berbuka puasa. Di hari yang dianggap suci oleh mereka, kita justru mengotorinya dengan mengejar nafsunya sendiri. Puasa yang saya katakan seperti dendam yang eksplosif. Seharian kita menahan nafsu, lalu di waktu berbuka mereka menginginkan makanan atau minuman yang lebih daripada biasanya untuk dapat memenuhi nafsunya. Yang lebih mengkhawatirkan, hal ini dilakukan oleh banyak orang, sehingga tak jarang melahirkan persaingan antar individu untuk dapat memenuhi hasratnya. Bagaimana tidak, jika untuk berbuka puasa di restoran, manusia harus saling bersaing agar mendapatkan tempat duduk. Akhirnya, manusia menjadi makhluk yang saling menjatuhkan, mereka hanya mengikuti keinginannya untuk dapat menikmati hidup dengan menyingkirkan keinginan manusia lainnya. Ironis, hal itu terjadi di bulan yang kita anggap suci.

Lalu, mulai pertengahan hingga akhir bulan ramadhan, masyarakat berbondong – bondong berbelanja hanya untuk menikmati hari kemenangan dengan sesuatu yang baru. Makna suci digantikan oleh makna baru, kesucian hati berubah menjadi baju baru. Pemahaman manusia akan makna, meleset. 
Kita bisa mengakuinya,  interospeksi diri bahwa kita adalah bagian dari hal tersebut, setidaknya pernah. Tetapi ini bukanlah kesalahan kita, ini hanya sebuah pemahaman yang telah diubah oleh zaman. Manusia difasilitasi untuk dapat menikmati keinginannya, kebanyakan melalui transaksi jual - beli. Sebuah kegiatan mutualisme antar 2 pihak yang terlibat, yaitu pedagang dan pembeli, namun kegiatan itu juga merupakan parasit bagi orang lain yang tidak terlibat. Diskon besar – besaran pada suatu toko membuat jalanan macet, karena dorongan yang diberikan oleh media dan perusahaan agar masyarakat membeli produknya ternyata efektif, sehingga tercipta gerakan massal yang gila – gilaan.

Saya curiga, bulan ramadhan sekarang ini hanya sebagai fasilitas manusia untuk menjadi lebih konsumtif.  Apa penyebabnya ? Agama kapitalisme ?

(Sumber gambar belanja)

No comments:

Post a Comment