Monday, February 4, 2013

Laler Mekanik; Debu, Asap, dan Duka di Jalan Raya

Saya khawatir kita adalah korban daripada transaksi para mafia.

Kejadian ini baru tadi pagi. Sebenarnya kata adek saya, udah sering terjadi setiap pagi di hari kerja. Saya nganter adek saya ke sekolah karena gak bisa tidur lagi. Yang saya sesali, kejadiannya gak saya foto. Apa yang saya lihat adalah banyak sekali motor dari arah berlawanan (di Parung, Sawangan menuju Jakarta, kurang lebih jam 6an pagi). Macem laler di TPS. Boleh saya nyebutnya kerubungan motor ?. Dan kira - kira 1 diantara 20 pengendara motor itu saya anggap gila. Jumlah motor yang ada di jalan itu tak terHHHingga. Penuh sesak dan tegang macem orang nonton konser metal.

Sementara pada arah yang saya gunakan untuk mengantar adik saya, sepi. Barangkali para pembalap kacangan ini mengambil kesempatan untuk memanfaatkan jalur berlawanan. Dan seringkali mengancam nyawanya sendiri. Nekat nyalip kendaraan lain. Sampe musti mepet dengan kendaraan yang sedang bergerak dari arah sebaliknya. Apa takut terlambat dateng ke kantor kali ya. Si brengsek yang status brengseknya cuma sementara. Yang sebenernya kasian, kalo telat diomelin Pak Bos.

Udah gitu suka ada tingkah yang sama datang dari pengendara mobil. Nyalip ngambil jalur lawan. Sampe saya musti minggir ke sisi jalan yang paling sisi (apeu) yang bukan aspal (sambil teriak "BODOOOOOOO"). Sisi jalan tempat yang biasanya dijadiin lapak buka warung semi-permanen. Kalo malem jadi warung disko. Disko jablay tua.

Saya tak tahu musti apa. Injak saja pedal gasnya. Mata saya tetap awas melihat jalanan. Merah melotot tak berkedip tapi kriyep - kriyep. Kadang mikir. Seandainya ada jalan lain. Jika itu adalah semak belukar penuh dengan ilalang tempat orang kencing sembarang. Penuh dengan tantangan yang tidak mengancam nyawa. (Apa sih, udah deh)

Saya rasa. (Nah ni sok taunya mulai keluar nih, bodo ah) Apa yang saya lihat adalah akibat terpusatnya berbagai kegiatan di ibukota. Orang - orang tak punya pilihan lain kecuali pergi ke sana untuk mencari kerja. Jakarta sudah begitu ramai. Karena itu, maka Jakarta diasumsikan menjadi tempat yang tepat untuk berdagang. Makin rame. Hal tersebut bisa diatasi jika sistem transportasi umum berkualitas.

Kenyataannya, di tempat yang saya lalui cuma ada angkot. Angkot ugal - ugalan. Kurang nyaman. Dan orang berpikir. "Ah eyke kredit motor aja kalo begini ceritanya. Murah bo, 300ribu eyke bisa bawa pulang motor bebek." Dan............. ZANG !!! Motor jadi laler. Sementara orang yang lebih kaya bilang. "Ah kalo saya sih belinya mobil." Akhirnya kalo saya ngintipin orang yang bawa mobil yang idealnya memuat 4 orang. Seringkali cuma diisi satu orang. Satu mobil untuk satu orang di jalanan penuh macem Jakarta ?.

Saya bukan mau nyalahin orang yang beli mobil ataupun yang kredit motor. Sayapun sama. Saya adalah bagian dari mereka juga sebagai pengendara.  Dan mari kita secara tidak manusiawi mengarahkan kesalahan ini pada pihak yang dengan tidak bertanggung jawab membangun, menata, dan menjalankan sistem yang membuat kita jadi brengsek. Saya tidak tahu siapa persis orangnya. Yang pasti ada. Pasti.

Visi pembangunan buruk sodara - sodara. Bebaskan saja suara kita untuk menyalahkan tindakan tersebut. Pembangunan yang diintervensi pihak swasta. Banyak tender. Banyak aksi suap. Pembangunan yang dilakukan harus memberikan keuntungan pada oknum. Brengsek tuh oknum. Korup.

Toh kita cuma sebagai pihak yang didzalimi. Termasuk para pembalap gila di jalanan itu. Yang tak sanggup merubah keadaan. Yang cuma bisa berharap lewat tulisan, suara, demonstrasi, protes, dan berbagai upaya revolusioner. Yang mau tidak mau harus menerima kenyataan pahit cermin ibukota.



No comments:

Post a Comment